Rabu, 22 September 2010

Pemerintah Lelang Tiga Blok Migas di Maluku

Metrotvnews.com, Ambon: Tiga blok minyak dan gas lepas pantai yang tersebar di Maluku akan dilelang pemerintah kepada pihak ketiga untuk melakukan eksplorasi.

Ketua Komisi B DPRD Maluku, Melky Frans, di Ambon, Rabu mengatakan, rencana pemerintah melakukan lelang ketiga blok migas ini diketahui setelah adanya kegiatan sosialisasi pertambangan yang diselenggarakan Kementrian Energi Sumberdaya Mineral (ESDM).

"Blok migas tersebut terletak di kawasan lepas pantai perairan Yamdena, Maluku Tenggara Barat, blok Selaru dan blok Babar, Kabupaten Maluku Barat Daya," katanya.

Blok Babar posisinya berdekatan dengan blok migas Masela, potensi migas di blok ini akan memasuki tahapan konstruksi dan eksploitasi, namun masih menunggu hasil kajian konsultan independen yang nantinya menetapkan kegiatan eksploitasinya di tengah laut (sistem polating) atau fasilitasnya dibangun di darat.

Sedangkan blok Arafura Sea II di Kabupaten Kepulauan Aru telah dilakukan eksplorasi oleh pihak ketiga yang memenangkan proses lelang tender sejak beebrapa waktu lalu.

Menurut Melky, rencana pelelangan eksplorasi ini diharapkan berjalan baik dan kalau potensinya signifikan maka Provinsi Maluku ke depan akan mejadi salah satu daerah penghasil migas terbesar di Infonesia.

Sebab dari hasil survei potensi kekayaan alam yang dilakukan Kementrian ESDM, sedikitnya terdapat 16 cekungan migas yang tersebar pada berbagai Kabupaten dan Kota di Provinsi Maluku.

"Dampak positif bagi upaya peningkatan kesejahteraan rakyat dan mendorong Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor migas juga tentunya sangat besar," tambahnya.  (Ant/ICH)
http://metrotvnews.com/index.php/metromain/news/2010/06/16/20669/Pemerintah-Lelang-Tiga-Blok-Migas-di-Maluku-

Senin, 13 September 2010

Eksploitasi Emas Wetar Hingga LNG Masela, Elegi Warga MBD

RABU, 25 Agustus 2010 | 1079 Hits
Meratap di Lembah Kemiskinan, Tersesat di Lorong-lorong Panjang Kekecewaan
Menelisik Kabupaten Maluku Barat Daya adalah membuka sebuah tirai ironi. Sebuah fenomena yang paradoks antara kenyataan (realita) dan harapan. Kaya akan sumber daya alam (SDA), tapi 57 persen rakyat di wilayah peralihan Keresidenan (Residentie) Timor pada 1926 itu masih terbelenggu rantai kemiskinan

ADA tebaran sukacita ketika Penjabat Bupati Maluku Barat Daya (MBD) Angky Renjaan dalam keterangannya kepada pers di Wonreli, Pulau Kisar, sehari sebelum perayaan detik-detik proklamasi RI ke-65 dan penutupan Sail Banda 2010 di dekat Lapter Jhon Bakker, Desa Purpura Kisar, Kecamatan Pulau-pulau Terselatan, memprediksi bahwa pada 2016 mendatang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten MBD bakal menjadi APBD tertinggi di Provinsi Maluku. Mungkin lebih tinggi dari raihan APBD Kabupaten Seram Bagian Timur dan Kabupaten Kepulauan Aru —yang lebih dulu dimekarkan pada 2003 silam— yang juga punya sumber daya alam yang melimpah. Estimasi Renjaan tentu didasari pada dampak positif dari proses pengelolaan Gas Alam Cair (Liquid Natural Gas/LNG) Masela, Kecamatan Babar Timur, Kabupaten MBD. Maklum, dari hak partisipasi (Participating Interest) pengelolaan LNG Masela, kabupaten pemilik akan memperoleh 10 persen atau setara dengan 1-5 triliun setelah dikonversikan dengan hak yang bakal diperoleh Pemerintah Provinsi Maluku sebesar Rp 15 triliun. Penulis berkesimpulan jika nilai nominal itu dikombinasikan dengan pengelolaan emas dan tembaga di Wetar dan Romang, hasil pembudidayaan rumput laut di Luang, Wetar, dan lokasi lain di MBD, donasi pendapatan asli wilayah itu akan bergelimang rupiah, bahkan dolar AS, dolar Australia hingga mata uang Timor Leste. Fantastis memang, jika harapan rakyat akan datangnya kesejahteraan menjadi sebuah keniscayaan atau kondisi yang tak bisa ditawar-tawar lagi. Apakah semua impian rakyat MBD bisa terobati? Ini pertanyaan ringkas bahkan sederhana. Tapi tak mudah untuk menjawabnya. Mungkin hampir miris dengan rakyat di wilayah lain di Tanah Air yang kaya akan hasil tambang, rakyat MBD pun masih menyimpan ’’luka kronis’’ akibat pengerukan emas oleh PT Prima Lirang Ltd selama hampir 20 tahun (sudah tak beroperasi sejak awal 2000-an), di mana kawasan konservasi di Pulau Lurang, dan lokasi lain di Pulau Wetar, Kecamatan Wetar, rusak berat. Pemicu luka adalah ketika meninggalkan Wetar, investor asal Australia tak menghadiahi sebuah bangunan sekolah, jalan, jembatan, Puskesmas, atau infrastruktur publik yang representatif. Jangan heran kalau sebelum pemekaran MBD, ada sekolah di Wetar maupun di Letsiara (Tepa) yang atapnya terbuat dari daun kelapa dan kerap dijadikan tempat berteduh hewan ternak ketika musim penghujan tiba. Orang Wetar tak diberikan beasiswa untuk melanjutkan studi ke jenjang lebih tinggi di luar MBD. Beasiswa PT Prima Lirang Ltd hanya diberikan bagi putra-putra MBD yang studi dan lebih banyak menyalurkan ilmu kepada rakyat di wilayah lain di Tanah Air. Ibarat ganti kulit, tapi isinya sama. Setelah hengkangnya Prima Lirang Ltd, datang PT Batu Tua Kharisma Permai. Mereka datang dengan tujuan mengeksplorasi tembaga. Meski begitu, rakyat telah menaruh curiga. PT Batu Tua Kharisma Permai dianggap ’’antek-antek neoliberalisme’’ yang menjalankan kapitalisme gaya baru, namun menghancurkan harapan masyarakat setempat. Setelah lekuk-lekuk perut bumi Wetar dijamah dengan rakus, ’’keperawanan’’ Pulau Romang pun kini dijelajahi untuk memperoleh emas dan hasil tambang lain. Di bagian lain, PT Syabas Energi dan PT Maluku Energi dipercayakan mengelola LNG Masela. Pengeksplorasian di 3 sumur Abadi dengan hasil puluhan juta barel per tahun, menjadi ’’bargaining tersendiri’’ bagi Pemerintah Kabupaten MBD maupun Pemprov Maluku. Apalagi kalau bukan wilayah itu menjadi beranda depan NKRI di depan pengaruh Timor Leste dan Australia. ’’Maluku kaya akan sumber daya alam dan potensi pertambangan. Dan itu saatnya dikelola dengan baik untuk peningkatan kesejahteraan rakyat,’’ seru Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sesaat sebelum mengresmikan puncak Sail Banda 2010 di pelabuhan Yos Sudarso Ambon, 3 Agustus lalu. Salah satu isyarat Presiden SBY, adalah potensi LNG Masela yang menjanjikan itu. Terlepas dari sinyal positif Presiden SBY, yang masih dikhawatirkan rakyat MBD adalah ketika masuknya investor justru tidak membawa perbaikan ekonomi, tapi kembali menjerumuskan mereka ke dalam lembah ketidakpastian. Sejatinya jangan sampai ketika sumur-sumur abadi di Blok Masela sudah dikuras habis, baru investor beralibi sumur-sumur tersebut sudah kering dan tak laku dijual ke pasar internasional. Sebagai perbandingan, tahun 2009, sesuai laporan Kompas, ada 16 sumur Migas di Tanah Air yang sudah kering namun masih dijual ke pasar internasional. Praktis akan sepi bahkan tak digubris peminat terutama pemilik saham internasional. ‘’Kita berharap LNG Masela bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kepentingan rakyat di wilayah ini, terutama masyarakat MBD, karena masyarakat di sana masih hidup di bawah garis kemiskinan,’’ seru Stevanus ’’Nus’’ Tiwery, komponen masyarakat Masela dalam perbincangan dengan penulis di Ambon belum lama ini. Proses pipanisasi di lauta, bukan saja menyelamatkan warga Masela dan pulau-pulau sekitar di Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB) dari ancaman pembangunan pabrik-pabrik megah, tapi juga menghindari masyarakat sekitar dari dampak pembuangan limbah pabrik pupuk, pabrik kertas, dan pabrik penyokong LNG. Berapa pun nilai nominal dari butir-butir Memorandum of Understanding (MoU) yang ditandatangani Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu dan investor asal Jepang, itu bukan harga mati. Jaminan akuratnya adalah ada konpensasi fisik berupa pembangunan infrastruktur publik bagi warga MBD dari pengeksploitasian SDA di wilayah yang dulu bernama Onderafdeling Zuid Western Eilanden atau Selatan Daya itu. Sebab, jika tak ada garansi tertulis rakyat MBD akan kembali tersesat di lorong-lorong keragu-raguan dan kecemasan, dan kembali terbelenggu di atas balada klasik anak negeri ‘’Merana di Tengah Kelimpahan Sumber Daya Alam’’. Itu artinya, menjadi tugas berat bagi DPRD MBD masa bakti 2009-2014 untuk melakukan fungsi pengawasan dan mengeluarkan ’’jurus-jurus bargaining’’ sehingga ada multi effect dibalik pengelolaan Blok Masela dan blok lainnya serta emas dan kandungan mineral lain di perut bumi MBD. Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) MBD juga dituntut punya ‘’sense of belonging’’ (perasaan memiliki) dan ‘’sense of crysis’’ (perasaan akan krisis yang lagi mendera) agar mampu mengartikulasikan kehendak masyarakat setempat. Tak perlu berlagak koboi, memakai kaca mata hitam di tengah teriknya mentari MBD. Hilangkan dulu perilaku narsistik dan hedonistik (mau enak-enak/glamour), dan harus mampu menyusun konsep pembangunan yang terarah, sistematis, dan tepat sasaran. MBD ibarat surga atau firdaus di seberang lautan. Wilayah itu hanya bisa dibangun oleh para pemimpin yang tahu melayani, dan bisa menyelimuti mereka di tengah kedinginan. Rakyat MBD tak membutuhkan tipikal pemimpin yang arogan, alergi kritik, suka uber janji, pecundang, pengkhianat, dan perampok. Untuk tipe pemimpin yang terakhir patut diwaspadai karena dikhawatirkan akibat ’’balas budi’’ dan ’’balas jasa’’ dalam Pilkada MBD pada 20 November 2010, seluruh kekayaan dan pulau-pulau MBD digadaikan kepada investor domestik dan luar negeri. Jeritan rakyat MBD selama 65 tahun terakhir adalah bentangan tali-temali kesengsaraan dan simpul-simpul kepedihan di antara bongkahan-bongkahan emas, tembaga, mangan, dan mineral lain, serta dikelilingi luasnya lautan yang menyimpan jutaan kaki kubi Migas di dasar bumi. Dengan begitu pengelolaan SDA di wilayah MBD diharapkan tak membuka ‘’prahara baru’’ yang nantinya menjadi bumerang mematikan bagi pemerintah di forum internasional. Ingat, pengelolaan pulau-pulau perbatasan NKRI macam MBD tak cukup dengan penancapan bendera Merah Putih di Pantai Uhun, Desa Purpura pada 17 Agustus 2010, atau ansich melalui pendekatan keamanan (security approach). Kesejahteraan dan aroma keadilan adalah bahasa ‘’ideologis’’ yang afdol di ‘’Zaman Luna Maya dan Ariel Peterpan’’ agar kelak pemerintah tak lagi memungut rasa malu karena lepasnya Sipadan dan Ligitan ke tangan Malaysia pada 2002 silam. Ada 41 ribu warga MBD (dari 72 ribu jiwa) yang hidup di bawah garis kemiskinan. Mereka butuh program pemberdayaan yang nyata dan terintegrasi antardepartemen. Pengerukan emas di Wetar sudah menjadi akumulasi kekecewaan warga MBD yang masih tetap setia dipangku ibu pertiwi bernama Indonesia. Haruskah pengelolaan LNG Masela menjadi episode kedua dari akumulasi kekecewaan panjang tersebut? Praktis sangat dibutuhkan komitmen pemerintah dan orang-orang yang dipercayakan sebagai pembawa biduk MBD lima tahun ke depan.
Sumber : Ambon express

65tahun “Merdeka” 57 Persen Masyarakat MBD Miskin

65tahun “Merdeka” 57 Persen Masyarakat MBD Miskin
PostDateIcon August 16th, 2010

MALUKUnews, Kisar: Kendati memiliki kekayaan alam dengan hasil tambang yang cukup melimpah, namun hingga saat ini masyarakat di Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) masih hidup dibawah garis kemiskinan, hal ini lebih diakibatkan dari tingginya perputaran ekonomi yang sulit dijangkau oleh masyarakat.

Penjabat Bupati MBD, Angky Renjaan kepada wartawan di pandopo, hari Minggu, kemarin, mengatakan, dari 73 ribu jiwa yang ada, 57 persen masyarakatnya hidup dibwah garis kemiskinan, kondisi ini lebih diakibatkan rentannya pasokan barang yang harus diperoleh dari luar daerah berjuluk Kalwedo itu.

“ setahun Merdeka (pasca pemekaran dari kabupaten induk) Kabupaten Pemerintah MBD belum mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat yang ada, bagaimana tidak semua kebutuhan harus didatangkan dari luar daerah dengan harga yang cukup tinggi,” ungkap Renjaan.

Kondisi cuaca dengan tinggi gelombang yang tidak menentu juga ikut mempengaruhi pasokan kebutuhan dari sejumlah daerah tetangga, bahkan tanpa batas waktu yang pasti, pihak BMG terpaksa melarang aktifitas pelayaran kapal kapal perintis tersebut.

Lanjutnya, Selain aktifitas laut, transportasi udara juga tidak sepenuhnya mendukung aktifitas perdagangan yang ada, dimana harga tiket untuk tiap penerbagangan juga mencapai jutaan rupiah, hal inilah yang mebuat masyarakat menenagah kebawah sulit untuk menjalankan aktifitas perekonomian akibat kesenjangan yang terjadi.

Terkait persoalan tersebut, lanjut Renjaan, pihaknya telah dan terus melakukan upaya koordinasi dan permintaan kepada Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat untuk sesegera mungkin menjawab kesenjangan yang cukup mempengaruhi kesejahteraan masyarakat yang dipimpinnya itu. Namun hingga saat ini, upaya yang dilakukan belum bisa membuahkan hasil yang baik.

Meski begitu, Pria yang akan selesai dari masa tugasnya bulan September 2010 mendatang berharap, kedepan petinggi daerah yang akan menggantikan posisinya itu untuk bisa memperjuangakan seluruh program yang telah dirancang bersama pihak DPRD setempat, sehingga seluruh persoalan yang menyangkut hajat hidup masyarakat bisa terealisasi secepat mungkin, demi dan untuk perkembangan Kabupaten yang baru berusia setahun itu.

“ Saya berharap kedepan nanti, pimpinan yang akan menduduki jabatan Kepala Daerah, bisa melanjutkan program peningkatan ekonomi yang telah disetujui oleh pihak DPRD, sehingga keterisolasian yang terjadi selama ini, bisa diminimalisir.(Mourits)
Sumber : Maluku News

Jumat, 10 September 2010

Pohon Surga Khas Maluku Barat Daya (Pohon Tuak/ Koli)

Pohon koli atau tuak, sangat banyak terdapat di kepulauan Maluku Barat Daya, tumbuhan ini dapat tumbuh dengan baik di daerah – daerah yang berbatu karang dan tandus seperti Maluku Barat Daya, yang menjadikannya pohon koli ini populer sebagai tanaman serba-guna, setelah pohon kelapa, di daerah Maluku Barat Daya adalah kegunaan dari bagian – bagian pohon koli/ tuak sendiri.


Pohon Koli/ Tuak Maluku Barat Daya


Pada umumnya daerah MBD serta Beberapa Daerah di Nusa Tenggara Timur terdapat banyak pohon – pohon tuak (koli).
Daun dari pohon tuak/ koli digunakan sebagai bahan penutup rumah, serta bebagai barang rumah tangga seperti ember/ timba untuk mengisi dan mengangkat air, tempat tudung saji, bakul untuk tempat menaruh hasil panen, tikar sebagai alas tempat tidur, tempat sirih pinang dan tembakau serta berbagai hiasan kerajinan anyaman lainnya serta batang daun yang keras di kuliti dapat dijadikan tali untuk ember air ataupun untuk mengikat atap rumah, tanpa dikuliti biasanya digunakan sebagai pemikul.

Hasil Anyaman Pohon Koli/ Tuak (Tempat Tembakau)

Batang pohon tuak biasanya dibelah untuk dijadikan balok – balok pengancing serta tiang untuk rumah regel (rumah rangka kayu) dan juga balok – balok atap rumah, sedangkan pohon tuak biasanya dikenal dua macam ada yang berbuah yang mana hasil buahnya ini ketika masih mudah sebagai makanan ringan ataupun diblender sebagai sirup tuak, sedangkan buah yang telah masak biasanya dibakar dan diperas airnya sebagai makanan ternak dan beberapa ada juga yang mengolahnya untuk dimakan.



Rumah dengan Atap dari Pohon Koli/ Tuak




Pohon tuak yang tidak berbuah biasanya mengeluarkan batang buah muda yang nantinya diiris dan dan diambil sarinya ditampung dalam wadah ember (daun tuak) atau juga tampungan dari batang bambu, hasil irisan pertama biasa di daerah Maluku Barat Daya dikenal dengan Tuak/ Sageru manis serta diolah/ dimasak 4 – 5 jam dan diaduk merata dan dimasukan dalam wadah tempurung kelapa (1/4 bagian batok kelapa kering) serta didinginkan dan dijemur untuk menjadi gula merah (gula asli masyarakat dari tuak).

Tuak/ Sageru Manis Khas Maluku Barat Daya

Hasil irisan batang buah di dibiarkan satu sampai dua hari akan menjadi masam dan dikenal sebagai Sageru jika didiamkan lebih lama akan menjadi sangat asam untuk digunakan sebagai (Cuka), untuk mengolah makanan dari rumput laut maupun ikan – ikan kecil yang biasanya di daerah Maluku Barat Daya dengan kohu – kohu campur, atapun dipakai dengan bawang/ daun bawang  serta diberi kecap sedikit serta chili / sambal sadiki dan dikenal dengan nama  colo – colo sambal.

Hasil penyulingan dari sari pohon tuak yang telah masam di kenal sebagai sopi (MBD dijuluki minuman potong pusar) dan ini merupakan salah satu minuman adat asli orang Maluku Barat Daya dengan kadar alkohol yang cukup tinggi yang juga merupakan hasil utama dari penduduk dari beberapa pulau di Maluku Barat Daya, biasanya minuman ini diminum jika ada acara - acara adat atau juga pada saat - saat baru bertemu dengan kaum keluarga.
Sopi yang memiliki kadar alkohol cukup tinggi ini sekarang dilarang penjualannya.
Sopi yang merupakan salah satu usaha rumahan Masyarakat MBD menurut beberapa sumber dapat diolah menjadi etanol (tetapi sampai saat ini belum mendapatkan begitu banyak perhatian).  
          


Sopi Minuman Adat Maluku Barat Daya 

Kamis, 02 September 2010

Keindahan Alam Dan Budaya Maluku Barat Daya

Keindahan Alam  Dan Budaya Maluku Barat Daya
Maluku Barat Daya bukan hanya deposit emas terbaik dunia, tetapi juga memiliki kekayaan alam yang begitu mempesona baik dari bukti sejarah seperti seperti Benteng Volanhaven dan Benteng Deleshaven lengkap meriam – meriamnya yang merupakan peninggalan bangsa Portugis dan Belanda dari abad XVII – XVIII serta Monumen VOC di pantai Nama dan gereja Tua di Pulau Kisar serta peninggalan lainnya di Kepulauan Maluku Barat Daya.
Keindahan alam Maluku Barat daya juga tercermin dari keindahan pantai dan wisata yang sangat menawan  baik  pantai nama dengan keindahan pasir putihnya, pantai jawalang dengan teluk karangnya, serta Nus  Eden di pulau Romang dengan hamparan pasir putihnya, pantai klis dengan obaknya yang menggulung, gunung Kerbau di Pulau MOA, Air panas di di wetar, air panas Kehli di Pulau Damer yang berasal dari puncak gunung dan membentuk tingkatan dimana setiap tingkatan suhu panasnya berbeda satu sama lain, Air terjun Weope di Desa Tela, Kecamatan Pp. Babar dengan sember air berasal dari sebuah goa dan dapat dijangkau dengan mendaki gunung ± 50M.,  Keindahan Danau Tihu yang menjadi sumber kehidupan bagi berbagai flora dan fauna di sekitarnya, Keindahan bawah laut pulau Luang dengan beraneka ikannya,  dan keindahan pantai Matrialmanya dan masih banyak lagi keindahan yang dikasih tete maniez buat Maluku Barat Daya yang katong Cinta.
Selain keindahan panorama keindahan budaya berupa tarian adat, upacara – upacara adat juga begitu banyak budaya pahatan patung yang menawan, tenunan kain dengan motif yang indah dan kualitas terbaik, anyaman daun tuak dan rotan untuk hiasan dan alat – alat rumah tangga dan tentu saja lagu – lagu daerah yang indah yang selalu membuat anak cucu Maluku Barat Daya selalu mengenang tanah lelulur Maluku Barat Daya.